Ahmad Deniejab dan Irvanuddin |
Dalam kesempatan kali ini izinkan saya untuk
pertama-tama menyampaikan beberapa kisah yang terjadi pada masa Rasulullah.
Boleh jadi sebagian dari kita sudah hafal isi kisah tersebut namun kesibukan
sehari-hari membuat kita sejenak terlupa, boleh jadi sebagian dari kita sudah
paham betul esensi dari kisah yang akan disampaikan di bawah ini, namun tak ada
salahnya untuk sedikit merenungi kembali kisah-kisah ini dan berkaca ke lubuk
hati kita. Di bagian lain kita akan lihat sejumlah ayat Qur'an yang berkenaan dengan
tema utama kita kali ini.
Kita terbang lima belas abad kebelakang. Di suatu
tempat terlihat Rasulullah saw berkumpul bersama para sahabatnya yang
kebanyakan orang miskin. Sekedar menyebut beberapa nama sahabat yang hampir
semuanya bekas budak, yaitu Salman al-Farisi, Ammar bin Yasir, Bilal, Suhayb
Khabab bin Al-Arat. Pakaian mereka lusuh, berupa jubah bulu yang kasar. Tetapi
mereka adalah sahabat senior Nabi, para perintis perjuangan Islam.
Serombongan bangsawan yang baru masuk islam datang ke
majelis Nabi. Ketika melihat orang-orang di sekitar Nabi, mereka mencibir dan
menunjukkan kebenciannya. Mereka berkata kepada Nabi, "Kami mengusulkan
kepada Anda agar Anda menyediakan majelis khusus bagi kami. Orang-orang Arab
akan mengenal kemuliaan kita. Para utusan dari berbagai kabilah arab akan
datang menemuimu. Kami malu kalau mereka melihat kami duduk dengan budak-budak
ini. Apabila kami datang menemui Anda, jauhkanlah mereka dari kami. Apabila
urusan kami sudah selesai, bolehlah anda duduk bersama mereka sesuka
Anda."
Uyainah bin Hishn menegaskan lagi, "Bau Salman
al-Farisi mengangguku (Ia menyindir bau jubah bulu yang dipakai sahabat nabi
yang miskin). Buatlah majelis khusus bagi kami sehingga kami tidak
berkumpulbersama mereka. Buat juga majelis bagi mereka sehingga mereka tidak
berkumpul bersama kami."
Tiba-tiba turunlah malaikat jibril menyampaikan surat
al-An'am [6] ayat 52:
"Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki
keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan
mereka. Begitu pula mereka tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap
perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu
termasukorang-orang yang zalim."
Nabi saw segera menyuruh kaum fukara duduk lebih
dekat lagi sehingga lutut-lutut mereka merapat dengan lutut Rasulullah saw.
"Salam 'Alaikum," kata Nabi dengan keras, seakan-akan memberikan
jawaban kepada usul para pembesar Quraisy.
Setelah itu, turun lagi surat al-Kahfi [18] ayat 28:
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang
yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."
Sejak itu, apabila kaum fukara ini berkumpul bersama
Nabi, beliau tidak meninggalkan tempat sebelum orang-orang miskin itu pergi.
Apabila beliau masuk ke majelis, beliau memilih duduk dalam kelompok
mereka.Seringkali beliau berkata, "Alhamdulillah, terpuji Allah yang
menjadikan di antara umatku kelompok yang aku diperintahkan bersabar bersama
mereka. Bersama kalianlah hidup dan matiku. Gembirakanlah kaum fukara muslim
dengan cahaya paripurna pada hari kiamat. Mereka mendahului masuk surga sebelum
orang-orang kaya setengah hari, yang ukurannya 500 tahun. Mereka
bersenang-senang di surga sementara orang-orang kaya tengah diperiksa
amalnya."
Sekarang bukalah cermin di hati kita. Tariklah nafas
sejenak untuk berkaca ke dalam cermin itu. Apakah kita seperti pembesar Quraisy
yang terganggu dengan bau tubuh orang miskin. Apabila tamu datang, kota kita
bersihkan dan mereka, kaum fukara, dipinggirkan. Kota baru gemerlap bila mereka
disingkirkan. Pemandangan baru indah bila rumah-rumah kumuh digusur.
Ah...betapa perilaku kita lebih menyerupai pembesar quraisy daripada perilaku
Nabi Yang Mulia.
Dalam kesempatan lain Nabi bertemu dengan seorang
sahabat, Sa'ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh karena
kerja keras. Nabi bertanya, "mengapa tanganmu hitam, kasar dan
melepuh?" Sa'ad menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk mencari
nafkah bagi keluargaku." Nabi yang mulia berkata, "ini tangan yang
dicintai Allah," seraya mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu.
Bayangkanlah, Nabi yang tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para
sahabat, kini mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh.
Bukalah cermin hati kita lagi. Turunlah kita ke
bawah. Tengoklah jutaan tangan yang hitam dan melepuh menunggu uluran kasih
sayang kita. Setelah Nabi, adakah di antara kita yang mau mencium tangan orang
miskin? Bukankah dengan status yang kita miliki, gelar akademik yang kita raih,
kesejahteraan yang kita nikmati, kita merasa jauh lebih pantas bila orang
miskin mencium tangan kita. Kalau hati terasa berat, andaikata kultur tak
mengizinkan kita berbuat hal itu, manakala ego terasa meningkat, bukankah
paling tidak kita ganti rasa hormat yang seharusnya kita berikan dengan kasih
sayang pada mereka. Bila Nabi mau mencium tangan mereka, maukah kita untuk
paling tidak menyisihkan sebagian rezeki yang kita peroleh sebagai rasa sayang
kita pada mereka.
Di atas kita telah mengutip sejumlah kisah dalam
hidup Nabi. Bukankah sebagai ummatnya kita telah berikrar untuk menjadikan
segala perilaku beliau sebagai contoh teladan (uswatun hasanah). Untuk
menguatkan bahwa Islam sangat menonjolkan kepedulian sosial, mari kita buka
Al-Qur'an. Bukankah Al-Qur'an adalah rujukan kita yang pertama dalam hidup ini.
1. Surat al-Balad [90] ayat 10 -18
"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan
Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki
lagi sukar?Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu)
melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi MAKAN pada hari
kelaparan(kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atau orang MISKIN yang
sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan saling berpesanuntuk
bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayangMereka (orang-orang yang
beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan"
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa ada dua jalan
yang bisa kita pakai dalam memanfaatkan harta kita. Al-Qur'an menyarankan kita
untuk mengambil jalan yang sukar dan mendaki, yaitu memerdekakan budak atau
memberi makan pada anak yatim atau orang miskin. Allah tidak menjelaskan
tentang jalan yang mudah, melainkan memberi contoh jalan yang sukar.
Mengapa disebut jalan yang sukar? karena kebanyakan
manusia enggan atau merasa berat atau merasa sukar untuk melakukannya. Bila
kita mampu mengalahkan rasa berat dan rasa sukar pada diri kita dalam beramal,
maka Allah menjanjikan kita termasuk golongan yang kanan; ahli surga. Bukalah
cermin hati kita sekali lagi. Apakah kita merasa sukar untuk beramal pada orang
miskin dan anak yatim? Hanya cermin hati yang teramat dalam yang mampu
menjawabnya dengan jujur.
2. Surat al-Ma'arij [70] ayat 19-25
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh
kesah lagi KIKIR, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila
ia mendapat kebaikania amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan SHALAT,
yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam
HARTAnyatersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang
yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)"
Secara tegas Allah menyebutkan bahwa keluh kesah dan
kikir itu telah menjadi sifat bawaan manusia sejak ia diciptakan. Allah
melukiskan sifat manusia dengan sangat baik. Bagi saya pribadi, ayat di atas
telah menelanjangi sifat kita. Bukankah kalau kita tidak memiliki harta kita
sering berkeluh kesah, sebaliknya, kalau memiliki banyak harta kita cenderung untuk
kikir. Lalu bagaimana caranya agar sifat bawaan (keluh kesah & kikir) kita
tersebut tidak menjelma atau dapat kita padamkan.
Allah menyebutkan, paling tidak, dua jalan. Pertama,
mengerjakan sembahyang secara kontinu. Kedua, menyadari bahwa dalam harta yang
kita miliki terkandung bagian tertentu untuk fakir miskin. Dua resep ini insya
Allah akan mampu memadamkan sifat keluh kesah dan sifat kikir yang kita miliki.
Sekali lagi, bukalah cermin hati kita. Tahanlah nafas
kita untuk sejenak. Tidakkah kita rasakan bagaimana Allah menyinggung perilaku
buruk kita dalam ayat-ayat-Nya yang suci. Subhanallah....
3. Surat al-Qalam [68] ayat 17-33
"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka
(musyrikin Mekkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika
mereka bersumpahbahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi
hari, dan mereka tidak mengucapkan : insya Allah
Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari
Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam
yang gelap gulita,lalu mereka panggil memanggil di pagi hari
"Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika
kamu hendak memetik buahnya."
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan.
"Pada hari ini janganlah ada seorang MISKINpun masuk ke dalam kebunmu."
Dan berangkatlah mereka dipagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang
miskin) padahal mereka mampu (meonolongnya),
Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata:
"Sesungguhnya kita benar-benar oarng-orang yang sesat (jalan), bahkan kita
dihalangi (darimemperoleh hasilnya)"
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di
antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu
bertasbih (kepadaTuhanmu)?"
Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami,
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim."
Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain
seraya cela mencela Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya
kita ini adalahorang-orang yang melampaui batas.Mudah-mudahan Tuhan kita
memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada
itu;sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita"
Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab
akhirat lebih besar jika mereka mengetahui"
Sekelompok ayat di atas menceritakan sebuah kisah
nyata yang terjadi sebelum masa Rasulullah. Kisah pemilik kebun di atas
melukiskan dengan sangat baik betapa harta manusia itu tak ada artinya
dibandingkekuasaan Allah. Kebun yang sudah sekian lama diurus dan tinggal
sekejap mata saja untuk dipetik hasilnya menjadi musnah terbakar. Apa kesalahan
pemilik kebun tersebut sehingga mendapat azab sedemikian rupa?
Pertama, mereka lupa bahwa Allah berkuasa atas segala
sesuatu. Ini dilukiskan dalamayat di atas ketika mereka tidak menyebut insya
Allah; mereka merasa pasti akan meraih hasil yang luar biasa. Mereka lupa bahwa
sedetik kedepan kita tak tahu apa yang terjadi dengan hidup kita. Kita tak tahu
"skenario" Allah terhadap diri kita.
Kedua, mereka bersifat kikir. Mereka sudah
bersiap-siap agar orang miskin tak bisa masuk ke kebun mereka saat panen tiba.
Allah murka pada mereka. Allah turunkan azab-Nya pada mereka. Di akhir ayat
Allah mengingatkan bahwa azab yang Allah timpakan pada pemilik kebun hanyalah
azab dunia; sedangkan azab akherat jauh lebih besar lagi!
Cermin hati kita mengatakan bahwa agar tidak tertimpa
azab Allah di dunia, manakala kita memiliki kelebihan rezeki maka janganlah
sungkan untuk memberi sebagian pada orang miskin. Cermin hati telah berkata,
mampukah kita melaksanakan kata-hati kita?
Kalau Allah mampu memusnahkan dengan amat mudah kebun
yang siap dipanen, jangan-jangan Allah pun akan memusnahkan sumber penghasilan
kita, bila kita berlaku kikir! Na'udzu billah...
Demikianlah sekedar tulisan untuk penamabah wawasan
kita. Sekedar saling ingat mengingatkan bahwa di cermin hati kita telah
tergambar sejumlah orang yang membutuhkan kepedulian kita. Persoalannya, maukah
kita melihat ke dalam cermin tersebut?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon kritik, saran, tanggapan dan masukan yang sifatnya membangun untuk memperbaki tulisan diatas.
Sebelumnya, saya ucapkan banyak terimakasih.