Nabi Muhammad SAW Bersabda Sampaikan Dariku Walaupun Hanya Satu Ayat

Assalamu’alaikum Wr Wb Kami Ucapkan Selamat Datang dan Selamat Membaca Di Blog Kami Terimakasih

Manusia yang baik adalah manusia yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain

Jumat, 27 Januari 2012

Hakikat Dan Adab Peserta Didik


Oleh : Irvanuddin

Disampaikan Dalam Kegiatan Perkuliahan
Mata Kuliah “Filsafat Pendidikan”
Tanggal 13 Desember 2011, Universitas Al-Washliyah (UNIVA) Medan

A.    Pendahuluan
Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Didalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Dalam penulisan makalah ini, kami pemakalah merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian peserta didik?
2.      Bagaimana adab atau etika peserta didik ketika belajar?
3.      Bagaimana batasan-batasan pendidikan yang harus dipatuhi peserta didik?
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1.      Pemakalah ingin mengetahui lebih dalam tentang hakikat peserta didik.
2.      Memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Pendidikan Islam”.

B.     Pengertian Peserta Didik
Menurut Toto Suharto (2006: 123) peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum tercaapi taraf kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologinya. Oleh karena itu, ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak akan berkembang secara maksimal tanpa melalui proses pendidikan.
Adapun peserta didik dalam pendidikan islam menurut Hery Noer Aly (1999: 113) ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi, bukan hanya ank-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orangtuanya, bukan pula anak-anak dalam usia sekolah.
Samsul Nizar dalam “Filsafat Pendidikan Islsm: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis” menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta sebagai berikut:
a.       Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa.
b.      Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya dialami peserta didik.
c.       Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik yang menyangkut kebutuhan jasmani atau rohani.
d.      Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual (individual differentiations) baik yang disebabkan karena faktor bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal.
e.       Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dkembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan, sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan daya rasa.
f.       Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu (Toto Suharto. 2006: 124-125).
Berasarkan beberapa pendapat diatas, peserta didik dapat dikatakan sebagai orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
Secara garis besar peserta didik menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2001: 40) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Kelemahan dan ketakberdayaan.
• Berkemauan keras untuk berkembang.
• Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kekuatan).

C.    Adab Peserta Didik
Prof. Dr. Athiyah Al-Abrasy mengemukakan seoarang siswa yang sedang belajar wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1)      Sebelum memulai belajar, siswa itu harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar itu dianggap sebagai ibadah. Ibadah tidak syah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk, seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh.
2)      Dengan belajar itu ia bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan fadhilah, mendekatkan diri kepada Allah, bukanlakh dengan maksud menonjolkan diri, berbangga dan gagah-gagahan.
3)      Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluarga dan tanah aiar, dengan tidak ragu-ragu bepergian ketempat-tempat yang paling jauh sekalipun bila dikehendaki untuk mendatangi guru.
4)      Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengagungkannya karena Allah dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
5)      Jangan terlalu sering menukar guru, tetapi haruslah ia berfikir panjang dulu sebelum bertindak hendak mengganti guru.
6)      Jangan merepotkan guru dengan banyak pertanyaan, janganlah meletihkan dia untuk menjawab pertanyaan, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat didiknya dan jangan mulai bicara, kecuali setelah mendapat izin dari guru.
7)      Jangan membuka rahasia guru, jangan pula seseorangpun meniru guru, jangan pula meminta kepada guru membukakan rahasia, terima pernyataan maaf dari guru bila selip lidahnya.
8)      Bersungguh-sungguh dan tekun belajar, bertanggang siang dan maalm untuk memperoleh pengetahuan, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting.
9)      Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara siswa sehingga merupakan anak-anak yang sebapak.
10)  Siswa harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya mengurangi percakapan dihadapan guru, jangan mengatakan kepada guru “si anu bilang begini lain dari yang bapak katakan”, dan jangan pula ditanya tentang guru siapa teman duduknya.
11)  Hendaklah siswa tekun belajar, mengurangi pelajarannya diwaktu senja dan menjelang subuh. Waktu antara isya dan malam sahur itu adalah waktu yang penuh berkah.
12)  Bertekad untuk belajar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang ilmu, tetapi hendaklah menganggap semua ilmu ada faedahnya, jangan meniru-niru apa yang didengarnya dan orang-orang yang terdahulu yang mengeritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantiq dan ilmu filsafat (Nur Uhbiyati. 1998: 108-110).
Sedangkan menurut Asma Hasan Fahmi, peserta didik sekurang-kurangnya harus memerhatikan empat hal berikut:
a)      Seorang peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum melakukan proses belajar, karena belajar dalam islam merupakan ibadah yang menuntut adanya kebersihan hati.
b)      Peserta didik harus menanamkan dalam dirinya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah meraih keutamaan akhlak, mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk bermegah-megahan atau bahkan mencari kedudukan.
c)      Seorang peserta didik harus memiliki ketabahan dan kesabaran dalam mencari ilmu, dan bila perlu melakukan perjalanan merantau untuk mencari guru, atau apa yang disebut rihlah ‘ilamiyyah.
d)     Seorang peserta didik wajib menghormati gurunya dan berusaha semaksimal mungkin meraih kerelaannya dengan berbagai macam cara yang terpuji (Toto Suharto. 2006: 127-128).
Syekh Az-Zarnuji dalam kitab “Ta’lim Muta’allim” menerangkan beberapa sifat dan tugas penuntut ilmu:
a)      Tawadu’ sifat sederhana, tidak sombong tidak pula rendah diri.
b)      Iffah, sifat yang menunjukkan rasa harga diri yang menyebabkan seseorang terhindar dari perbuatan/ tingkah laku yang tidak patut.
c)      Tabah (sabar), tahan dalam menghadapi kesulitan pelajaran dari guru.
d)     Sabar, tahan terhadap godaan nafsu, rendah keinginan-keinginan akan kelezatan dan terhadap godaan-godaan yang berat.
e)      Cinta ilmu dan hormat kepada guru dan keluarganya, dengan demikian ilmu itu akan bermanfaat.
f)       Sayang kepada kitab, menyimpan dengan baik, tidak membubuhi catatan supaya tidak kotor atau menggosok tulisan sehingga menjadi kabur.
g)      Hormat kepada semua penuntut ilmu dan tamalluk kepada guru dan kawan untuk mengadap ilmu dari mereka.
h)      Bersungguh-sungguh belajar dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya (bangun ditengah malam) tetapi tidak memaksakan diri sampai menjadi lemah.
i)        Teguh pendirian dan ulet dalam menuntut ilmu dan mengulangi pelajaran.
j)        Wara’, ialah sifat menahan diri dari perbuatan atau tingkah laku yang terlarang.
k)      Tawakkal, maksudnya menyerahkan kepada tuhan segala perkara. Bertawakkal adalah akhir dari proses kegiatan dan ikhtiar seseorang muslim untuk mengatasi urusannya (Nur Uhbiyati. 1998: 110).
Dengan mengikuti apa-apa yang telah ditentukan oleh para ahli dalam bidang pendidikan diatas, maka seorang peserta didik akan mendapatkan hasil yang diinginkan atau hasil yang memuaskan. Dengan demikian, sebisa mungkin kita menuntut peserta didik untuk mengaplikasikan apa-apa yang menjadi kewajiban atau tugasnya sebagai seorang peserta didik.

D.    Batas Pendidikan
a)      Batas Awal Pendidikan
Prof. M. Athiyah Al-Abrasy, menceritakan didalam bukunya “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam” bahwa pendidikan anak itu dimulai setelah berumur 5 tahun. Urutan-urutan ilmu yang diberikan adalah membaca Al-Qur’an, mempelajari syair, sejarah nenek monyang dan kaumnya, mengendarai kuda dan menggunakan senjata (Nur Uhbiati. 1998: 96-97).
Menurut Al-Abdari, anak dimulai dididik dalam arti sesungguhnya setelah berusia 7 tahun, karena itu beliau mengeritik orang tua yang menyekolahkan anaknya pada usia yang masih terlalu muda, yaitu sebelum usia 7 tahun (Nur Uhbiati. 1998: 97).
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belum ada kesepakatan para ahli didik islam tentang kapan anak mulai dididik, namun jika diterapkan dalam praktek pendidikan, maka dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu untuk memasuki pendidikan prasekolah sebaiknya setelah anak berumur 5 tahun, sedangkan untuk memasuki pendidikan dasar, maka sebaiknya setelah anak berumur 7 tahun (Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan. 2001: 125).
Terlepas dari beberapa pendapat diatas, dan berdasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW.:
“belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai keliang lahat”. Berdasarkan kepada hadits tersebut, pendidikan dapat dimulai ketika masih dalam ayunan atau balita, karena ketika pada waktu itu, seorang anak akan mudahuntuk memahami dan mengerti apa yang disampaikan, selain itu apa yang telah diperolehnya susah untuk dilupakan.
b)      Batas Akhir Pendidikan
M. Munir Mursa mengatakan bahwa pendidika islam tidak terbatas pada suatu metode atau jenjang tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hayat ia merupakan pendidik dari buaian hingga liang lahat, selalu memperbaiki diri, serta terus-menerus mengembangkan kepribadian dan memperkaya kemanusiaan, dengan perkataan lain ia senantiasa membimbingmanusia untuk maju (Hery Noer Aly. 1999: 137).
Berdasarkan kepada tujuan pendidikan islam yaitu membentuuk kepribadian muslim. Mengingat untuk mewujudkan kepribadian muslim itu sangat sulit, disamping itu sesudah terwujudnya kepribadian muslim, diperlukan kestabilan kepribadian muslim tersebut diatas dan mengingat pula sabda Rasulullah SAW. Maka batas terakhir pendidikan yaitu sampai akhir hayat (Nur Uhbiati. 1998: 100). Dengan demikian, pendidikan tidak hanya terbatas pada usia muda, tetapi dapat dilakukan sepanjang masa selama hayat masih dikandung badan.

E.     Kesimpulan
Peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum tercaapi taraf kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologinya. Oleh karena itu, ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak akan berkembang secara maksimal tanpa melalui proses pendidikan.
Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dkembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan, sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan daya rasa.
Sebelum memulai belajar, siswa (peserta didik) itu harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar itu dianggap sebagai ibadah. Ibadah tidak syah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk, seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh.

F.     Saran
Dalam penulisan makalah ini, pemakalah mempunyai saran antara lain:
1)      Sebagai mahasiswa (peserta didik), kita harus memahami kaidah-kaidah peserta didik.
2)      Sebagai calon tenaga atau praktisi pendidikan, kita harus mampu mengkaji permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini (permasalahan peserta didik).

G.    Daftar Pustaka

1.      Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. “Ilmu Pendidikan”. Jakarat: PT Rineka Cipta.2001
2.      Aly, Hery Noer. “Ilmu Pendidikan Islam”. Jakarta: Logos.1999
3.      Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad.”Filsafat Pendidikan Islam”. Bandung: CV Pustaka Setia. 2001
4.      Suharto, Toto. “Filsafat Pendidikan Islam”. Jogjakarta: Ar-Ruzz.2006
5.      Uhbiyati, Nur.  “Ilmu Pendidikan Islam”. Bandung: CV Pustaka Setia.1998






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon kritik, saran, tanggapan dan masukan yang sifatnya membangun untuk memperbaki tulisan diatas.
Sebelumnya, saya ucapkan banyak terimakasih.