Go Freedoom For Indonesian |
A.
Pemuda Sebagai
Generasi Harapan Islam
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan dan
memuliakan para pemuda, al-Qur’an menceritakan tentang potret pemuda ashaabul
kahfi sebagai kelompok pemuda yang beriman kepada Allah SWT dan meninggalkan
mayoritas kaumnya yang menyimpang dari agama Allah SWT, sehingga Allah SWT
menyelamatkan para pemuda tersebut dengan menidurkan mereka selama 309 tahun
(QS 18/).
Kisah pemuda ashaabul ukhdud dalam al-Qur’an
juga menceritakan tentang pemuda yang tegar dalam keimanannya kepada Allah SWT
sehingga menyebabkan banyak masyarakatnya yang beriman dan membuat murka
penguasa sehingga ratusan orang dibinasakan dengan diceburkan ke dalam parit
berisi api yang bergejolak (sabab nuzul QS ). Dan masih banyak lagi
contoh-contoh kisah para pemuda lainnya, diantaranya bahwa mayoritas dari
assabiquunal awwaluun (orang-orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah
SAW) adalah para pemuda (Abubakar ra masuk Islam pada usia 32 tahun, Umar ra 35
th, Ali ra 9 th, Utsman ra 30 th, dst).
Sifat-sifat yang menyebabkan para pemuda
tersebut dicintai Allah SWT dan mendapatkan derajat yang tinggi sehingga
kisahnya diabadikan dalam al-Qur’an dan dibaca oleh jutaan manusia dari masa ke
masa, adalah sebagai berikut :
1.
Karena mereka selalu menyeru pada al-haq (QS
7/181)
2.
Mereka mencintai Allah SWT, maka Allah SWT
mencintai mereka (QS 5/54)
3.
Mereka saling melindungi, menegakkan shalat (QS
9/71) tidak sebagaimana para pemuda yang menjadi musuh Allah SWT (QS 9/67)
4.
Mereka adalah para pemuda yang memenuhi
janjinya kepada Allah SWT (QS 13/20)
5.
Mereka tidak ragu-ragu dalam berkorban diri dan
harta mereka untuk kepentingan Islam (QS 49/15)
B.
Pemuda Sebagai
Generasi Yang Memahami Kondisi Realitas Ummat
Jika kita menyaksikan kondisi mayoritas ummat
Islam saat ini, maka terlihat bahwa sebagian besar ummat berada pada keadaan
yang sangat memprihatinkan, mereka bagaikan buih terbawa banjir, tidak memiliki
bobot dan tidak memiliki nilai. Jika dilakukan analisis secara mendalam dari
sudut pandang agama, maka akan terlihat bahwa realitas ummat yang demikian
disebabkan oleh hal-hal sbb:
1.
Penyakit umat Islam saat ini (baik di Indonesia
maupun di berbagai negara Islam) berpangkal pada sikap infirodiyyah
(individualisme). Maksudnya adalah bahwa mayoritas ummat Islam saat ini bekerja
sendiri-sendiri dan sibuk dengan masalahnya masing-masing tanpa berusaha untuk
menggalang persatuan dan membuat suatu bargaining position demi kepentingan
ummat. Para ulama dan muballigh sibuk bertabligh, para pengusaha muslim sibuk
dengan usahanya dan para pejabatnya sibuk mempertahankan jabatannya, tidak ada
koordinasi dan spesialisasi untuk bekerja sesuai dengan bidangnya kemudian
hasilnya dimusyawarahkan untuk kepentingan bersama. Demikian pula di tingkat
ORMAS dan ORPOL, masing-masing bekerja sendiri tidak ada kerjasama satu dengan
lainnya. Hal inilah yang menyebabkan jurang pemisah antara masing-masing
kelompok semakin besar.
2.
Secara kejiwaan beberapa penyakit yang
memperparah kondisi ummat Islam saat ini diantaranya adalah:
Ø
Emosional
Artinya bahwa ikatan keislaman mayoritas ummat
saat ini baru pada ikatan emosional saja, belum disertai dengan kefahaman yang
mendalam akan ajaran agamanya. Sehingga disiplin untuk bekerja, semangat untuk
berdakwah, gairah berinfak, dsb baru pada taraf emosional, bersifat reaktif dan
sesaat saja (QS 22/11).
Ø
Orientasi kultus
Dalam pelaksanaan ibadah ritual, menjalankan
pola hidup sampai dengan mensikapi berbagai peristiwa kontemporer, mayoritas
masyarakat muslim tidak berpegang kepada dasar (dhawabith) kaidah-kaidah Islam
yang jelas, karena pengetahuan keislaman yang pas-pasan, sehingga lebih
memandang kepada pendapat berbagai tokoh yang dikultuskan. Celakanya para tokoh
tersebut kebanyakan dikultuskan oleh berbagai lembaga yang tidak memiliki
kompetensi sama sekali dalam bidang agama, seperti media massa, sehingga
bermunculanlah para ulama selebriti yang berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat
dan menyesatkan.
Ø
Sok pintar
Sifat kejiwaan lain yang menonjol pada
mayoritas kaum muslimin saat ini adalah merasa sok pintar dalam hal agama. Jika
dalam bidang kedokteran misalnya, mereka sangat menghargai spesialisasi
profesi, sehingga yang memiliki otoritas untuk berbicara masalah penyakit
adalah dokter, demikian seterusnya kaidah ini berlaku untuk bidang-bidang
lainnya, kecuali bidang agama. Dalam bidang agama, dengan berbekal pengetahuan
Islam yang ala kadarnya setiap orang sudah merasa cukup dan merasa tidak perlu
belajar lagi untuk berani berbicara, berpendirian, bahkan berfatwa. Seolah-olah
agama tidak memiliki kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang perlu dipelajari dan
dikuasai sehingga seorang layak berbicara dengan mengatasnamakan Islam.
Ø
Meremehkan yang lain
Sifat lain yang muncul sebagai kelanjutan dari
rasa sok pintar diatas adalah meremehkan pendapat orang lain. Dengan ringannya
seorang yang baru belajar agama di sebuah universitas di Barat berani
menyatakan bahwa jilbab adalah sekedar simbol saja bukan suatu kewajiban
syar’i, yang dengan “fatwa-prematurnya” ini ia telah berani menafsirkan tanpa
kaidah atas ayat al-Qur’an, menta’wil secara bathil hadits-hadits shahih serta
membuang sirah nabawiyyah (perjalanan kehidupan Nabi SAW dan para sahabatnya)
dan ijma’ (kesepakatan) fatwa para ulama sedunia, baik salaf (terdahulu) maupun
khalaf (kontemporer).
3.
Adapun secara aktifitas (amaliyyah) beberapa
penyakit yang menimpa mayoritas ummat Islam saat ini diantaranya adalah :
Ø Sembrono
Dalam aspek aktifitas, maka mayoritas ummat
melakukan kegiatan dakwah secara sembrono, tanpa perencanaan dan perhitungan
yang matang sebagaimana yang mereka lakukan jika mereka mengelola suatu usaha.
Akibat aktifitas yang asal jadi ini, maka dampak dari dakwah tersebut kurang
atau tidak terasa bagi ummat. Kegiatan tabligh, ceramah, perayaan hari-hari
besar agama yang dilakukan hanya sekedar menyampaikan, tanpa ada follow up dan
reevaluasi terhadap hasilnya. Khutbah jum’at hanya sekedar melaksanakan
rutinitas tanpa dilakukan pembuatan silabi yang berbobot sehingga jama’ah
sebagian besar datang untuk tidur daripada mendengarkan isi khutbah. Kegiatan
membaca al-Qur’an hanya terbatas kepada menikmati keindahan suara pembacanya,
tanpa diiringi dengan keinginan untuk menikmati dan merenungkan isinya,
sehingga disamakan dengan menikmati lagu-lagu dan nyanyian belaka.
Ø Parsial
Dalam melaksanakan Islam, mayoritas ummat tidak
berusaha untuk mengamalkan keseluruhan kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah,
melainkan lebih memilih kepada bagian-bagian yang sesuai dengan keinginannya
dan menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya (QS 2/85).
Sehingga seorang sudah dipandang sebagai muslim sejati, hanya dengan indikator
melakukan shalat atau puasa saja. Padahal shalat hanya bagian yang sangat kecil
saja yang menjadi kewajiban seorang muslim, disamping aturan-aturan lain yang
juga wajib dilaksanakan oleh seorang muslim dalam berekonomi, politik,
pergaulan, pola pikir, cita-cita, bekerja, dsb. Yang kesemuanya tanpa kecuali
akan diminta pertanggungjawaban kita di akhirat kelak (QS 2/208).
Ø Tradisional
Islam yang dilaksanakan masih bersifat
tradisional, baik dari sisi sarana maupun muatannya. Dari sisi sarana, kaum
muslimin belum mampu menggunakan media-media modern secara efektif untuk
kepentingan dakwah, seperti ceramah dengan simulasi komputer, VCD film-film
yang islami, iklan-iklan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, kebanyakan masih
mengandalkan kepada cara tradisional seperti ceramah di mesjid, musholla dan di
lapangan. Sementara dari sisi muatannya, maka isi ceramah yang disampaikan
kebanyakan masih bersifat fiqih oriented; masalah-masalah aqidah, ekonomi yang
islami, sistem politik yang islami, apalagi masalah-masalah dunia Islam
kontemporer sama sekali belum banyak disentuh.
Ø Tambal-sulam
Dalam menyelesaikan berbagai persoalan ummat,
pendekatan yang dilakukan bersifat tambal sulam dan sama sekali tidak menyentuh
esensi permasalahan yang sebenarnya. Sebagai contoh, mewabahnya AIDS cara
mengatasinya sama sekali bertentangan dengan Islam, yaitu dengan membagi-bagi
kondom. Seolah-olah lupa atau sengaja melupakan bahwa pangkal sebab dari AIDS
adalah melakukan hubungan seks tidak dengan pasangan yang sah. Dan cara
menanggulanginya adalah dengan memperbaiki muatan pendidikan agama yang
diajarkan dari sejak sekolah menengah sampai perguruan tinggi. Demikian pula
masalah2 lainnya seperti tawuran pelajar, meningkatnya angka kriminalitas,
penyalahgunaan Narkoba, menjamurnya KKN ; kesemuanya berpangkal pada satu sebab
yaitu lemahnya pemahaman dan kepedulian pemerintah dalam mengajarkan dan
menerapkan aturan-aturan Islam.
C.
Pemuda Harus
Menjadi Generasi yang Bekerja dan Aktif Berdakwah
Islam memandang posisi pemuda di masyarakat
bukan menjadi kelompok pengekor yang sekedar berfoya-foya, membuang-buang waktu
dengan aktifitas-aktivitas yang bersifat hura-hura dan tidak ada manfaatnya.
Melainkan Islam menaruh harapan yang besar kepada para pemuda untuk menjadi
pelopor dan motor penggerak dakwah Islam. Pemuda adalah kelompok masyarakat
yang memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan kelompok masyarakat
lainnya, diantaranya adalah bahwa mereka relatif masih bersih dari pencemaran (baik
aqidah maupun pemikiran), mereka memiliki semangat yang kuat dan kemampuan
mobilitas yang tinggi.
Para musuh Islam sangat menyadari akan hal
tersebut, sehingga mereka berusaha sekuat tenaga untuk mematikan potensi yang
besar tersebut dari awalnya dan menghancurkan para pemuda dengan berbagai
kegiatan yang laghwun (bersifat santai dan melalaikan), dan bahkan destruktif.
Pemuda yang baik oleh karenanya adalah pemuda
yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Mereka beramal/bekerja dengan didasari dengan
keimanan/aqidah yang benar “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada
orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?’” (QS Haa Miim [41]:
33).
2.
Mereka selalu bekerja membangun masyarakat “Sesungguhnya
Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS Al
Kahfi [18]: 7).
3.
Dan mereka memahami bahwa orang yang baik adalah
orang yang paling bermanfaat untuk ummat dan masyarakatnya “Dan Katakanlah:
‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.’” (QS At Taubah [9]: 105).
D.
Pemuda Harus
Menjadi Generasi yang Menjadi Potret Islam
Para pemuda hendaknya menyadari bahwa mereka
haruslah menjadi kelompok yang mampu mempresentasikan nilai-nilai Islam secara
utuh bagi masyarakat, yaitu:
1.
Mereka menjadi generasi yang hidup qalbunya
karena senantiasa dekat dengan al-Qur’an, dan tenang dengan dzikrullah (QS
13/28) [1], bukan generasi yang berhati batu (QS 57/16) [2] akibat jauh dari
nilai-nilai Islam, ataupun generasi mayat (QS 6/122) [3] yang tidak bermanfaat
tetapi menebar bau busuk kemana-mana.
2.
Dalam menghadapi kesulitan dan tantangan, maka
para pemuda harus sabar dan terus berjuang menegakkan Islam, hendaklah mereka
berprinsip bahwa jika cintanya kepada Allah SWT benar, semua masalah akan
terasa gampang.
3.
Dalam perjuangan, jika yang menjadi ukurannya
adalah keridhoan manusia maka akan terasa berat, tetapi jika ukurannya
keridhoan Allah SWT maka apalah artinya dunia ini (QS 16/96) [4].
Catatan Kaki:
[1] “(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS.
Ar Ra’d [13]: 28)
[2] “…
dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al
Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik.” (QS. Al Hadiid [57]: 16)
[3] “Dan
apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan
kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di
tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada
dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?
Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS. Al An’am [6]: 122)
[4] “Apa
yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan
sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An
Nahl [16]: 96)
Al-Ikhwan.net |
11 December 2005 | 9 Dzulqaidah 1426 H | Hits: 2,266
Abi Abdullaah
Abi Abdullaah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon kritik, saran, tanggapan dan masukan yang sifatnya membangun untuk memperbaki tulisan diatas.
Sebelumnya, saya ucapkan banyak terimakasih.