Nabi Muhammad SAW Bersabda Sampaikan Dariku Walaupun Hanya Satu Ayat

Assalamu’alaikum Wr Wb Kami Ucapkan Selamat Datang dan Selamat Membaca Di Blog Kami Terimakasih

Manusia yang baik adalah manusia yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain

Jumat, 27 Januari 2012

Karakteristik Perubahan Hasil Belajar


Karakteristik Perubahan Hasil Belajar
Oleh : Irvanuddin

Disampaikan Dalam kegiatan Perkuliahan
Mata Kuliah “Psikologi Belajar”
Tanggal 25 Oktober 2011, Universitas Al-Washliyah (UNIVA) Medan

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.

2. Rumusan Masalah
Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Karakteristik perilaku belajar ini dalam beberapa pustaka rujukan, antara lain menurut Surya (1982), disebutr juga sebagai prinsip-prinsip belajar. Di antara cirri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah:
1. Perubahan itu intensional
2. Perubahan itu positif dan aktif, dan
3. Perubahan itu efektif dan fungsional

3. Batasan Masalah
Setiap pembahasan masalah, pastinya ada batasan-batasan pembahasan. Maka dari itu, kami pemakalah membatasi pembahasan ini agar tidak melebar kemana-mana. Adapun batasan-batasan pembahasan kami yaitu sebagai berikut:
a.       Karakteristik perubahan hasil belajar.
b.      Karakteristik perubahan hasil belajar menurut para ahli.

4. Tujuan Pembahasan
Sebagai manusia yang haus akan ilmu pengetahuan, kami pemakalah ingin memperbanyak khazanah ilmu tentang karakteristik perubahan hasil belajar. Dan mudah-mudahan kami mendapat Ridha dari Allah swt, Amiin.

B. Karakteristik Perubahan Hasil Belajar
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.

2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.

3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.

4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.

5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.

6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.

7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

C. Karakteristik Perubahan Hasil Belajar Menurut Para Ahli
1. Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
Perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
a). Informasi verbal
Yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
b). Kecakapan intelektual
Yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
c). Strategi kognitif
Kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
d). Sikap
Yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
e). Kecakapan motorik
Yaitu hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

2. Menurut Moh. Surya (1997), Dia mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam berbagai bentuk yaitu:
a). Kebiasaan
seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
b). Keterampilan
seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
c). Pengamatan
 yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
d).Berfikir asosiatif
yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
e). Berfikir rasional dan kritis
yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
f).Sikap
yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
g). Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
h). Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu).
i). Perilaku afektif
yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.

D. Penutup
1.      Kesimpulan
Dengan pembahasan materi yang ada, pemakalah/penulis tentunya mempunyai kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1.      Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan.
2.      Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
3.      Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
4.      Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya.

2.      Saran
Dengan selesaianya penulisan makalah kami, tentunya kami mempunyai beberapa saran yaitu sebagai berikut:
1.      sebagai mahasiswa seharusnya kita bisa mengetahui perubahan yang ada pada diri kita masing-masing.
2.      sebagai calon pendidik, sudah sewajarnya kita mempelajari tentang ilmu psikologi belajar.
3.      sebagai mahasiswa yang baik, mari kita saling menghargai karakter perubahan hasil belajar masing-masing mahasiswa.

E.     Daftar Pustaka
  1. Muhibbin Syah. Tahun 1999.  Psikologi BelajarPenerbit Logos.  Cetakan Ke-2
  2. Whitherington. Tahun 1991. Psikologi Pendidikan..  Penerbit Rineka Cipta. Cetakan Ke-6
  3. Abu Ahmadi & Widodo Supriyono. Tahun 2004. Psikologi Belajar. Penerbit Rineka Cipta. Cetakan Ke-2.

Kenakalan Anak Dalam Lingkungan Keluarga
Oleh : Irvanuddin

Disampaikan Dalam Kegiatan Perkuliahan
Mata Kuliah “Bimbingan Konseling”
Tanggal 25 November 2011, Universitas Al-Wasliyah (UNIVA) Medan

A.    Pendahulun
Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan fundamental. Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orangtuanya.
Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional social dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritik yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan harmonis maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukkan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri kepribadian yang terganggu bahkan menjadi gagal sama sekali dalam tugas sebagai makhluk social untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya.
Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat tetapi menepati kedudukan yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang gagal memberi cinta kasih dan perhatian akan meupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau tersesat jalannya.
Dalam penulisan makalah ini, kami pemakalah mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.      Pemakalah ingin mengetahui kanakalan-kenakalan yang dilakukan anak dirumah atau lingkungan keluarga.
2.      Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah bimbingan konseling.

B.     Tinjauan Teoritis Kenakalan Anak
Kenakalan anak merupakan perbuatan pelanggaran norma-norma baik norma hukum maupun norma sosial.
Menurut Paul Moedikdo,SH kenakalan anak yaitu:
1.      Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan, jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
2.      Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
3.      Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.
“Menurut Prof. DR. Fuad Hasan, kenakalan anak adalah perbuatan anti social yang dilakukan oleh anak yang bila dilakukan oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan”[1].
Menurut M.A. Merril dalam bukunya problems of child delinquency mengatakan: seorang anak itu digolongkan sebagai delinquent (nakal) bila padanya tampak kecenderungan antisocial yang demikian memuncaknya dan menimbulkan gangguan-gangguan sehingga yang berwajib terpaksa mengambil tindakan terhadapnya dengan jalan menangkap dan mengasingkanya.
Menurut Paul Moedikdo,SH, adapun gejala-gejala yang dapat memperlihatkan hal-hal yang mengarah kepada kenakalan anak antara lain:
1.      Anak-anak yang tidak disukai oleh teman-temannya sehingga anak tersebut menyendiri. Anak yang demikian akan dapat menyebabkan kegoncangan emosi.
2.      Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau di sekolah. Menghindarkan diri dari tanggung jawab biasanya karena anak tidak menyukai pekerjaan yang ditugaskan pada mereka sehingga mereka menjauhkan diri dari padanya dan mencari kesibukan-kesibukan lain yang tidak terbimbing.
3.      Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka mengalami masalah yang oleh dia sendiri tidak sanggup mencari permasalahannya. Anak seperti ini sering terbawa kepada kegoncangan emosi.
4.      Anak-anak yang mengalami phobia dan gelisah dalam melewati batas yang berbeda dengan ketakutan anal-anak normal.
5.      Anak-anak yang suka berbohong.
6.      Anak-anak yang suka menyakiti atau mengganggu teman-temannya di sekolah atau di rumah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan anak yaitu: perbuatan anak-anak yang melanggar norma social, norma hukum, norma kelompok, dan mengganggu ketentraman keluarga serta masyarakat, sehingga yang berwajib terpaksa mengambil tindakan pengamanan/penangkalan. (Bila kenakalan tersebut dilakukan oleh orang dewasa/tua disebut dengan kejahatan).

C.    Tinjauan Realistis (Lapangan) Kenakalan Anak Dirumah (Lingkungan Keluarga)
Pemakalah pada tanggal 18 Oktober 2011 mendatangi rumah keluarga Bapak Sukarjo di jalan Mandala By Pass, Gang Sabang No 56 guna untuk melakukan wawancara tentang kenakalan anaknya yang bernama Andri Susanto.
Adapun wawancara kami dirumah keluarga Bapak Sukarjo tentang kenakalan anaknya yang dilakukan dirumah, pemakalah mengajukan beberapa pertanyaan antara lain:
1.      Pertanyaan terhadap Bapak Sukarjo
Pemakalah       : Berapa usia Bapak sekarang?
Bapak sukarjo : Usia Bapak sekarang 47 tahun.
Pemakalah       : Apa pekerjaan Bapak atau Ibu?
Bapak Sukarjo :  Bapak setiap hari bekerja narik becak motor sedangkan Ibu bekerja jadi tukang pijat.
Pemakalah       : Berapa usia Andri Susanto pak?
Bapak sukarjo : Usia Andri 12 tahun.
Pemakalah       : Apakah Andri Susanto sekolah Pak?
Bapak Sukarjo : Iya, Andri sekarang duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Pertama.
Pemakalah       : Berapa saudara/I Andri Susanto dan Dia anak ke berapa Pak?
Bapak Sukarjo : Anak ke 4 dari 4 bersaudara.
Pemakalah       : Apa kegiatan Andri Susanto selain sekolah Pak?
Bapak Sukarjo : Belum ada.
Pemakalah       : Menurut Bapak, apakah Andri Susanto pernah melakukan perbuatan menyimpang ketika dirumah?
Bapak sukarjo : Iya pernah.
Pemakalah       : Kalau boleh kami tahu, perbuatan menyimpang apa yang pernah Andri Susanto lakukan di rumah Pak?
Bapak sukarjo : Andri kalau dirumah sering berkata kotor, membantah perintah orang tua, berantam dengan anak tetangga dan yang lebih parah lagi, Dia sering mencuri uang tabungan keluarga.
Pemakalah       : Mengapa Andri Susanto melakukan perbuatan tersebut Pak?
Bapak Sukarjo : Bapak juga kurang tahu Dek, karena Bapak kalau narik becak pulangnya sering malam hari.
Pemakalah       : Apakah Bapak pernah menghukum Andri Susanto?
Bapak Sukarjo : Pernah, Dia Bapak suruh mengepel rumah.
Pemakalah       : Mengapa Bapak suruh si Andri mengepel rumah?
Bapak Sukarjo : Bapak berharap Dia bisa jera dan tidak melakukan perbuatanya lagi.
Pemakalah       : Apakah dengan menghukum Andri Susanto seperti itu bisa membuatnya jera dan tidak melakukanya lagi Pak?
Bapak Sukarjo : Mudah-mudahan Dia jera dan tidak melakukan perbuatanya lagi.
2.      Petanyaan terhadap Andri Susanto
Pemakalah       : siapa namanya dek?
Andri Susanto : Nama saya Andri Susanto.
Pemakalah       : Sudah kelas berapa Dek?
Andri Susanto : Saya kelas 1 Sekolah Menengah Pertama.
Pemakalah       : Apakah Adek pernah melekuakan perbuatan menyimpang di rumah?
Andri Susanto : Pernah Kak.
Pemakalah       : Perbuatan apa yang Adek lakukan?
Andri Susanto : Berantam, berkata kotor, tidak mau menurut dengan orang tua dan sering mencuri uang dirumah.
Pemakalah       : Mengapa Adek melakukan perbuatan tersebut?
Andri Susanto : Karena saya sudah biasa dengan perbuatan tersebut.
Pemakalah       : Mengapa dibiasakan perbuatan nakal tersebut Dek?
Andri Susanto : Karena kalau saya tidak nakal, nanti saya di anggap remeh sama teman-teman.
Pemakalah       : Apakah dengan berbuat seperti itu, Adek tidak diremehkan oleh teman-teman Adek?
Andri Susanto : Saya berharap seperti itu.
Pemakalah       : Bagaimana jika teman-teman Adek, tetap meremehkan Adek?
Andri Sutanto : Ya biarkan saja.
Pemakalah       : Apakah Adek tidak ingin merubah sikap Adek?
Andri Sutanto : Sebenarnya mau, tapi kan saya masih anak-anak.
Pemakalah       : Memang kenapa kalau masih anak-anak?
Andri Sutanto : Saya ingin menikmati masa kanak-kanak sesuai dengan keinginan saya.
Pemakalah       : Keinginan yang bagaimana, yang Adek maksud?
Andri Sutanto : Ya saya ingin dimanja dan bebas melakukan sesuatu yang saya inginkan.
Pemakalah       : Apa adek tidak kasihan dengan orang tua Adek?
Andri Sutanto : kenapa harus kasihan, mereka saja sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Pemakalah       : Mengapa Adek berkata seperti itu?
Andri Sutanto : Saya bilang seperti itu, karena keadaanya seperti itu dan mungkin takdir saya.

D.    Analisa
Berdasarkan wawancara yang pemakalah lakukan, maka pemakalah dapat menganalisa sebagai berikut:
1.      Faktor- faktor penyebab
Adapun faktor-faktor penyebab kenakalan anak di rumah antara lain:
1.      Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan  kebencian dari masing-masing pihak. Awal perangdingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri.
Suasana perang dingin dapat menimbulkan :
a.       Rasa takut dan cemas pada anak-anak.
b.      Anak-anak menjadi tidak betah dirumah sebab merasa tertekan dan bingung serta tegang.
c.       Anak-anak menjadi tertutup dan tidak dapat mendiskusikan problem yang dialami.
d.      Semangat belajar dan konsentrasi mereka menjadi lemah.
e.       Anak-anak berusaha mencari kompensasi semu.
2.      Pendidikan yang salah
a. Sikap memanjakan anak
Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat pendidikan pertama yang dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana pendidikan itu diberikan akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah untuk meletakkan dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut. Anak itu menjadi seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya. Sebaliknya pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu pendidikan yang salah adalah memanjakan anak.
b. Anak tidak diberikan pendidikan agama
Hal ini dapat terjadi bila orang tua tidak meberikan pendidikan agama atau mencarikan guru agama di rumah atau orang tua mau memberikan pendidikan agama dan mencarikan guru agama tetapi anak tidak mau mengikuti. Bagi anak yang tidak dapat/mengikuti pendidikan agama akan cenderung untuk tidak mematuhi ajaran-ajaran agama. Seseorang yang tidak patuh pada ajaran agama mudah terjerumus pada perbuatan keji dan mungkar jika ada faktor yang mempengaruhi seperti perbuatan kenakalan remaja.
2.      Pengendalian Terhadap Kenakalan Anak
Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
1.      Sikap/cara yang bersifat preventif
Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hal sikap yang bersifat preventif, pihak orang tua dapat memberikan/mengadakan tindakan sebagai berikut :
a.       Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b.      memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c.       Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d.      Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu ikatan keluarga.
Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:
a.       Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna.
b.      Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif.
c.       Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d.      Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.
2. Sikap/cara yang bersifat represif
Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan social yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan anak-anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut :
a.       Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
b.      Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya.
c.       Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
d.      Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari.

E.     PENUTUP
1.      Kesimpulan
Berdasarkan wawancara dan penyusunan makalah ini, kami pemakalah memberi kesimpulan sebagai berikut:
1.      Kenakalan yang dilakukan Andri Susanto merupakan dampak dari kurang perhatianya keluarga Bapak Sukarjo terhadap perkembangan anaknya.
2.      Karena sibuk dengan pekerjaanya masing-masing, Bapak Sukarjo dan istri melupakan tanggung-jawabnya sebagai orang tua (Dalam hal ini masalah pendidikan agama).
3.      Hukuman yang diberikan Bapak Sukarjo kepada anaknya tidak akan membuatnya jera, karena beliau menghukum tidak mempuanyai unsur pendidikan.
2.      Saran
Berdasarkan permasalahan yang ada, kami mempunyai saran sebagai berikut:
1.      Sebagai orang tua, seharusnya beliau memberikan sosialisasi tentang nilai moral dan sosial terhadap anaknya.
2.      Sebagai orang tua, seharusnya mengawasi aktivitas yang dilakukan anaknya. Sehingga beliau mengetahui apa saja yang dilakukan oleh anaknya tersebut.
3.      Orang tua yang baik yaitu orang tua yang mampu mendidik dan bisa menjadi tauladan bagi anak-anaknya.

F.     Daftar Pustaka

1.      Gunawan Ary H, Sosiologi Pendidikan.  Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2010.
2.      Ahmadi, H Abu, Psikologi Sosial, Surabaya: Bina Ilmu,1979
3.      Mulyono Y, Bambang, Kenakalan Remaja Dalam Persepektif Pendekatan Sosiologi, Psikologi, Teologis Dan Usaha Penanggulangan, Jakarta: Andi Offset, 1986.









[1] Gunawan Ary H, Sosiologi Pendidikan.  Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2010 Hal 89

Langkah-Langkah Bimbingan Konseling Dalam Islam


Oleh : Irvanuddin

Disampaikan Dalam Kegiatan Perkuliahan
Mata Kuliah “Bimbingan Konseling”
Tanggal 13 Desember 2011, Universitas Al-Washliyah (UNIVA) Medan


A.    Pendahuluan
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari istilah inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa Inggris “guidance” dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut ; menunjukkan jalan (Showing the way), memimpin (leading); menuntun (conducting); memberikan petunjuk (giving instruction); mengatur (regulating); mengarahkan (governing); memberikan nasehat (giving advice).[1]
Dalam kamus bahasa Inggris, counseling dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut; nasehat (to abtain counsel); anjuran (to give counsel); pembicaraan (to take counsel). dengan demikian, counseling akan diartikan sebagai pemberian nasehat; pemberian anjuran; dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.[2]
Dulu istilah konseling di Indonesia menjadi penyuluhan (nasehat), akan tetapi istilah penyuluhan banyak digunakan pada bimbingan lain, misalnya dalam penyuluhan pertanian, dan penyuluhan keluarga berencana, yang sama sekali berbeda isinya dengan yang dimaksud konseling. Maka agar tidak menimbulkan salah paham istilah couselling tersebut langsung diserap menjadi konseling.
Bebicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Seperti tertuang dalam ayat berikut ini :
“Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.
“Berkata orang-orang tiada beriman:”Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah mukjizat dari Tuhannya?”
Jawablah :”Allah membiarkan sesat siapa yang Ia kehendaki, dan membimbing orang yang bertobat kepada-Nya.” (Ar-Ra’d :27)
Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini menunjukan agar manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi, baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi.
Dalam hal ini Islam memberi perhatian pada proses bimbingan,. Allah menunjukan adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut :
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya” (At-Tiin :4-5)
Dan ingatlah, ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan-keturunan anak-anak Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi). Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Al-A’Raf :172)
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl:125).

B.     Langkah (Tahap) Awal BK Dalam Islam
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At Tahrim:6)
“Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Baihaqi)
Tahap awal ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
• Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
• Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
• Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
• Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi :
(1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan
(2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien
(3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.

C.    Tahap Kerja BK Dalam Islam
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
• Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
•  Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
•  Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
• Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
• Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
• Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.

D.    Akhir (Tahap Tindakan/Evaluasi)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
• Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
• Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
• Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
• Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ;
(1) menurunnya kecemasan klien
(2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis
(3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya
(4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

E.     Penutup
Bebicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl:125)









[1] Hallen.A, Bimbingan dan Konseling, Padang, IAIN IB Press,2001
[2] Ibid, h. 13